RUMPUN MODEL PEMBELAJARAN SISTEM PERILAKU



A.  Pengertian Model Pembelajaran Sistem Perilaku
Model adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik. Dengan demikian model pembelajaran dapat diartikan kerangka konseptual atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik.  Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan pengertian model pembelajaran perilaku adalah kerangka konseptual atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik yang didasari pada tanggapan atau reaksi peserta didik terhadap rangsangan atau lingkungan.
Teoritik dari kelompok model pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model modifikasi prilaku atau “Behavioral Modifications”. Semua model pembelajaran rumpun ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, seperti teori belajar perilaku, teori belajar sosial, modifikasi perilaku, atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Ciri-ciri sistem model perilaku atau Behavioral Models yaitu:
a.    Seluruh model pada kelompok ini didasarkan pada hasil sharing kajian teori-teori secara umum, yang kemudian dipersandingkan/ diintegrasikan dengan teori-teori perilaku (yang dikondisikan).
b.    Beberapa teori yang mendasari: teori-teori belajar secara umum, teori belajar sosial, teori modifikasi perilaku, dan teori-teori terapi perilaku.
c.    Secara umum menekankan pada perubahan perilaku yang terlihat (observable) dibanding perilaku-perilaku secara psikologis atau perilaku yang tidak bisa diamati.
d.   Penerapan prinsip-prinsip stimulus terkontrol dan reinforcement yang menjadi dasar penerapan model pembelajaran interaktif dan mediasi belajar terkondisikan, baik pada pembelajaran secara individu maupun kelompok.
e.    Pengembangan kemampuan belajar melaui fakta-fakta, konsep-konsep dan keterampilan dipandang sama baiknya untuk mereduksi tingkat kecemasan maupun untuk memperoleh kegiatan relaksasi individu.
B.  Prinsip-Prinsip dalam Model Pembelajaran Sistem Perilaku
Adapun prinsip-prinsip dalam model pembelajaran sistem perilaku, diantaranya:
1.    Perilaku sebagai fenomena yang bisa diamati dan diidentifikasi
Pada dasarnya, sebuah stimulus dapat memunculkan perilaku yang juga dapat menimbulkan konsekuensi, serta dapat diperkuat dengan kemungkinan bahwa sebuah stimulus yang sama akan memunculkan perilaku yang diperkuat tersebut. Sebagai timbal baliknya, konsekuensi negative tidak akan persis sama dengan perilaku yang ditimbulkan.
Para ahli teori perilaku meyakini bahwa respon internal (semisal takut gagal), yang menengahi respon-respon yang bisa diamati (semisal menghindari bidang yang dapat memunculkan ketakutan akan gagal) sangat bisa diubah (Rimm dan Masters, 1974).
2.    Kebutuhan terhadap tingkah laku yang kurang adaptif
Masyarakat kita seringkali beranggapan bahwa ada beberapa siswa yang memiliki phobia terhadap pelajaran dalam bidang-bidang tertentu (semisal matematika) yang tidak bisa diubah atau dihilangkan. Anggapan yang demikian memunculkan citra bahwa halangan dan phobia tersebut tidak bisa diubah sehingga tidak disikapi dengan serius, meskipun sebenarnya siswa memiliki potensi untuk belajar menghilangkan phobia tersebut. Sehingga apabila dibiarkan akan terjadi penurunan besar-besaran dalam prestasi akademik bidang matematika ini. Kunci penyelesaian masalah ini adalah belajar menangani pengaruh dalam mendekati materi pelajaran tersebut.
3.    Tujuan tingkah laku adalah hal yang khusus, terpisah, dan bergantung pada individu
Walaupun teori-teori dari para ahli psikologi perilaku telah lama digunakan untuk merancang materi instruksional, semisal simulasi, yang juga digunakan oleh sejumlah siswa, kerangka ahli psikologi perilaku cenderung khusus, terpisah, dan bergantung pada individu. Respon yang persis sama tidak berarti diproses dari stimulus asli yang juga serupa. Sebaliknya, tidak ada dua orang yang akan memberikan respon pada stimulus yang sama dengan cara yang juga persis sama. Hal ini berarti bahwa tujuan masing-masing siswa mungkin akan berbeda dan bahwa proses latihan harus dilakukan secara perseorangan, baik dalam hal materi ataupun proses latihan itu sendiri.
4.    Teori tingkah laku fokus pada “hal-hal yang ada disini dan terjadi saat ini”
Peran proses pembentukkan perilaku seseorang yang sudah terjadi tidaklah terlalu ditekankan dalam hal ini. Pengajaran yang kurang baik bisa saja mengakibatkan kegagalan dalam belajar membaca, namun hal yang akan difokuskan disini adalah belajar membaca saati ini. Karena perilaku manusia yang cenderung bersifat optimis dan tidak berdiam dan terlarut dalam masa lalu. Masalah yang terasa semakin sulit sebenarnya hanya membutuhkan upaya-upaya kecil untuk mengatasinya. Para ahli perilaku sering kali melaporkan bahwa mereka telah berhasil mengubah perilaku kurang adaptif dalam waktu singkat, bahkan dalam kasus phobia atau bentuk-bentuk kemunduran jangka panjang.
C.  Rumpun Model-Model Pembelajaran Sistem Perilaku
Rumpun  model pembelajaran  Sistem Prilaku  ini didasarkan pada  the body of knowledge  yang kita sebut teori prilaku (behavior theory). Istilah-istilah lain seperti teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi perilaku, atau perilaku terapi digunakan oleh para ahli yang merujuk pada setiap model dalam kelompok ini. 
Model pembelajaran perilaku mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Adapun jenis-jenis model dalam rumpun model pembelajaran sistem perilaku ini, yaitu:
1.    Model Belajar Cara Belajar dari Pembelajaran Menguasai (Mastery Learning)
Pembelajaran menguasai (Mastery Learning) adalah kerangka berpikir dalam merencanakan rangkaian instruksional, yang dirumuskan oleh John B. Carrol (1971) dan Benjamin Bloom (1971). Di Indonesia model belajar tuntas (Mastery Learning) ini dipopulerkan oleh Badan Pengembangan Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan. Belajar tuntas atau Mastery Learning menyajikan suatu cara yang sistematik, menarik dan ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja siswa ke tingkat pencapaian suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan.
Menurut Carroll model mastery learning ini memandang belajar di sekolah sebagai rentetan tugas belajar yang jelas. Dalam setiap tugas, siswa maju dari ketidaktahuan mengenai fakta atau konsep tertentu ke pengetahuan atau pemahaman mengenai fakta atau konsep tersebut, atau dari ketidakmampuan melakukan suatu perbuatan ke kemampuan melakukannya. (Carroll, 1963 dalam Block, 1971:5).
Menurut model ini, dalam kondisi belajar tertentu, waktu yang dipergunakan dan waktu yang dibutuhkan tergantung pada karakteristik tertentu dari individu serta karakteristik pengajarannya. Waktu yang dipergunakannya ditentukan oleh jumlah waktu yang ingin dipergunakan oleh siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar (kesungguhannya) dan jumlah keseluruhan waktu yang tersedia baginya. Waktu belajar yang dibutuhkan oleh masing-masing siswa ditentukan oleh bakatnya untuk tugas yang bersangkutan, kualitas pengajarannya, dan kemampuannya untuk memahami pengajaran tersebut. Kualitas pengajaran didefinisikan berdasarkan tingkat pendekatan terhadap kapasitas optimum bagi setiap pelajar melalui penyajian, penjelasan, dan pengurutan elemen-elemen tugas belajar.
Kemampuan untuk memahami pengajaran menggambarkan kemampuan siswa untuk memperoleh manfaat dari pengajaran itu, dan erat kaitannya dengan kecerdasannya secara umum. Model ini memandang bahwa kualitas pengajaran dan kemampuan siswa untuk memahami pengajaran itu berinteraksi untuk mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkannya untuk menguasai tugas secara tuntas sesuai dengan bakatnya. Jika kualitas pengajarannya dan kemampuannya untuk memahami itu tinggi, maka dia hanya akan membutuhkan sedikit waktu tambahan atau tidak sama sekali.  Sebaliknya, jika kedua faktor tersebut rendah, maka dia akan membutuhkan banyak waktu tambahan.
Belajar tuntas memandang masing-masing siswa sebagai individu yang unik, yang berbeda antara satu dengan lainnya, yang mempunyai hak yang sama untuk mencapai keberhasilan belajar optimal. Block (1980 dalam Nasution, 1994:92) memandang bahwa individu itu pada dasarnya memang berbeda, namun setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan penuh asalkan diberi waktu yang cukup untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan belajar individualnya. Jadi, yang membedakan satu individu dengan individu lainnya dalam belajar adalah waktu. Artinya, ada individu yang dapat menguasai sesuatu dengan penuh dalam waktu singkat dan ada yang memerlukan waktu lebih lama, namun pada akhirnya individu akan mencapai penguasaan penuh. Prinsip bahwa anak harus diberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri merupakan prinsip menghargai kodrat individu.
Cimino (1980) memandang belajar tuntas sebagai suatu group-based approach (pendekatan kelompok) untuk mengindividualisasikan pembelajaran di mana siswa sering dapat belajar secara kooperatif dengan teman-teman sekelasnya. Belajar tuntas merupakan satu cara untuk mengindividualisasikan pembelajaran di dalam setting pembelajaran berkelompok tradisional.
Langkah-langkah yang harus diambil guru untuk melaksanakan belajar tuntas (mastery learning) mencakup:
1)   Memecah-mecah mata pelajaran ke dalam sejumlah unit belajar yang lebih kecil (misalnya pengajaran dua mingguan), menetapkan tujuan pembelajaran untuk setiap unit belajar, dan mengurutkan unit-unit belajar tersebut berdasarkan tingkat kesulitannya (diawali dengan yang paling mudah).
2)   Memberikan pretest untuk unit pelajaran yang akan disajikan.
3)   Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar kecil.
4)   Siswa mempelajari unit pelajaran pertama dalam kelompok belajarnya masing-masing.
5)   Melaksanakan tutorial individual bagi siswa yang berkesulitan.
6)   Melaksanakan tes formatif pada akhir setiap unit pelajaran.
7)   Memberikan materi penghubung tambahan (supplementary  instructional connectives) untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar pada unit itu sebelum pembelajaran kelompok dilanjutkan ke unit pelajaran berikutnya.
8)   Memberikan pengayaan kepada siswa yang telah mencapai  penguasaan penuh untuk unit pelajaran ini.
9)   Memberikan tes sumatif untuk mengecek ketuntasan belajar siswa bagi seluruh mata pelajaran.
10)    Jika pada hasil tes sumatif tersebut siswa tidak menunjukkan  ketuntasan, maka guru menggunakan strategi-strategi korektif/pengayaan hingga ketuntasan dicapai.
2.    Instruksi Langsung
Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan katakata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Model pembelajaran langsung dikembangkan secara khusus untuk meningkatkan proses pembelajaran para siswa terutama dalam hal memahami sesuatu (pengetahuan) dan menjelaskannya secara utuh sesuai pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang diajarkan secara bertahap.
Beberapa keunggulan terpenting dari instruksi langsung ini adalah adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem managemen waktu, dan atmosfer akademik yang cukup netral. Dua tujuan utama dari instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa dan mengembangkan kemandirian dalam mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan. Perilaku-perilaku guru yang tampak berhubungan dengan prestasi siswa sesungguhnya juga berhubungan dengan waktu yang dimiliki siswa dan rating kesuksesan mereka dalam mengerjakan tugas, yang pada gilirannya juga berhubungan erat dengan prestasi siswa. Oleh karena itulah, perilaku yang berkaitan erat dengan instruksi langsung memang dirancang untuk membuat sebuah lingkungan pendidikan yang berorientasi akademik dan juga terstruktur serta mengharuskan siswa untuk terlibat aktif (dalam tugas) saat pelaksanaan instruksi langsung.
Model instruksi langsung terdiri dari lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik dibawah bimbingan, dan praktik mandiri. Namun, penerapan model ini harus didahului oleh diagnosis yang efektif mengenai pengetahuan atau skill siswa untuk memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan skill untuk menapaki beberapa proses dan mampu mendapatkan level akurasi (kecermatan, ketelitian, ketepatan)  praktik dalam model ini.
1)      Tahap orientasi, dimana kerangka kerja pelajaran dibangun. Ada tiga langkah yang sangat penting dalam meng-goal-kan tujuan tahap ini, yakni guru memaparkan maksud dari pelajaran dan tingkat-tingkat performa dalam praktik, guru menggambarkan isi pelajaran dan hubungannya dengan pengetahuan dan atau pengalaman sebelumnya, dan guru mendiskusikan prosedur-prosedur pelajaran yakni bagian yang berbeda antara pelajaran dan tanggung jawab siswa selama aktivitas-aktivitas ini berlangsung.
2)      Tahap presentasi, yakni menjelaskan konsep atau skill baru dan memberikan pemeragaan serta contoh.  Pada kasus apapun, akan sangat membantu jika guru mentransfer informasi materi atau skill baru, baik secara lisan maupun secara visual, sehingga siswa akan memiliki dan dapat mempelajari representasi visual sebagai referensi dalam awal pembelajaran.
3)      Tahap praktik yang terstruktur. Guru menuntun siswa melalui contoh-contoh praktik dan langkah-langkah di dalamnya. Biasanya, siswa melaksanakan praktik dalam sebuah kelompok, dan menawarkan diri untuk menulis jawaban. Cara yang paling baik dalam hal ini adalah menggunakan proyektor, menyajikan contoh praktik secara transparan dan terbuka, sehingga semua siswa bisa melihat bagaimana tahap-tahap praktik dilalui.
4)      Tahap praktik dibawah bimbingan guru, memberikan siswa kesempatan untuk melakukan praktik dengan kemauan mereka sendiri. Praktik di bawah bimbingan memudahkan guru mempersiapkan bantuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menampilkan tugas pembelajaran. Peran guru dalam tahap ini adalah mengontrol kerja siswa, dan jika dibutuhkan, memberikan respon yang korektif ketika dibutuhkan.
5)      Tahap mandiri. Tahap ini dimulai saat siswa telah mencapai leverl akurasi 85 hingga 90 persen dalam praktik dibawah bimbingan. Tujuan dari praktik mandiri ini adalah memberikan materi baru untuk memastikan dan menguji pemahaman siswa terhadap praktik-praktik sebelumnya. Dalam praktik mandiri, siswa melakukan praktik dengan caranya sendiri tanpa bantuan dan respons balik dari guru.
Model ini, sebagaimana namanya adalah bimbingan dan pemberian respons balik secara langsung. Rancangannya dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi melalui aktivitas mengandalkan diri sendiri dan penguatan ingatan terhadap materi-materi yang telah dipelajari.
3.    Assertive Training
Assertive Training merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung (Corey, 2009: 215). Willis (2004:72)    menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya.
Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang  baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa  assertive training  dapat membantu peserta didik untuk  bergaul dan bersikap lebih percaya diri  dalam  komunikasi perorangan,  dan  kelompok  serta  memanfaatkan dialog atau interaksi juga  mampu mandiri dalam  bergaul dan tegas dalam  mengambil keputusan. Melalui  bermain peran yang  intensif,  pengungkapan perasaan dengan lebih terbuka dan tetap menghargai hak-hak orang lain,  dapat mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal para siswa  yang merupakan salah satu syarat terwujudnya rasa percaya diri. Selain itu, pemberian  assertive training  dapat melatih ketrampilan dalam mengemukakan pendapat, melatih keberanian untuk tampil didepan orang banyak, ketrampilan komunikasi efektif dalam bergaul, cara untuk menolak dengan baik dalam berkomunikasi, dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Assertive Training adalah suatu pelatihan tingkah laku  yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai macam teknik  yang dirancang untuk membantu dalam membimbing individu  berinteraksi  atau menyesuaikan diri  dengan orang lain  sehingga individu mampu  mengembangkan, menyatakan serta  mengekspresikan perasaan, pikiran serta tindakan secara bebas tanpa mengganggu orang lain ataupun membuat orang lain merasa terancam.
Prosedur umum dalam latihan asertif adalah sebagai berikut:
1)   Identifikasi masalah, yaitu dengan menganalisis  permasalahan siswa secara komprehensif yang meliputi  situasi-situasi umum dan khusus di lingkungan yang menimbulkan kecemasan, pola respon yang ditunjukkan, faktor -faktor yang mempengaruhi, tingkat kecemasan yang dihadapi, motivasi untuk mengatasi masalahnya, serta sistem dukungan.
2)   Pilih salah suatu situasi yang akan  diatasi, dengan memilih terlebih dahulu  situasi yang menimbulkan kesulitan  atau kecemasan  paling kecil.  Selanjutnya, secara bertahap menuju pada situasi yang lebih berat.
3)   Analisis situasi, yaitu dengan menunjukkan kepada siswa bahwa terdapat  banyak alternatif yang dapat dilakukan  untuk mengatasi masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah.
4)   Menetapkan  alternatif  penyelesaian masalah. Bersama-sama siswa berusaha untuk memilih dan menentukan pilihan tindakan yang dianggap paling sesuai, mungkin, cocok, layak dengan keinginan dan  kemampuan  siswa serta memiliki kemungkinan peluang berhasil paling besar.
5)   Mencobakan  alternatif yang dipilih. Dengan bimbingan, secara bertahap siswa diajarkan untuk mengimplementasikan pilihan tindakan yang telah dipilih.
6)   Dalam proses latihan, hendaknya diperhatikan hal-hal yang terkait dengan kontak mata, postur tubuh, gerak isyarat, ekspresi wajah, suara,  pilihan kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta kesungguhan dan motivasinya.
4.    Model Belajar Dari Simulasi
Model pembelajaran simulasi merupakan model pembelajaran yang membuat suatu peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of affaris) atau proses.  Model pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan sosial dan untuk menguji reaksi mereka, serta untuk memperoleh konsep keterampilan pembuatan keputusan.  Pendekatan simulasi dirancang agar mendekati kenyataan dimana gerakan yang dianggap kompleks sengaja dikontrol, misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan dengan menggunakan simulator.
a.       Peran guru
Ada 4 peran guru dalam model simulasi :
1)      Menjelaskan
Untuk mengandakan pembelajaran berdasarkan simulasi, para pemain harus memahami aturan-aturan yang cukup memadai untuk bisa melaksanakan aktivitas-aktivitas simulasi. Namun, bukankah hal yang penting untuk membuat siswa memiliki pemahaman penuh tentang simulasi pada waktu-waktu awal. Sebagaimana dalam kehidupan nyata, beberapa aturan menjadi relavan hanya pada saat aktivitas proses dan bukan pada tahap awal.
2)      Mewasiti
Simulasi yang diterapkan dalam ruang kelas dirancang untuk bisa memberikan keuntungan dalam pendidikan. Guru harus mengontrol partisipasi siswa dalam permainan untuk memastikan bahwa keuntungan simulasi benar-benar bisa didapatkan. Sebelum permainan dimulai, guru harus menugaskan siswa dalam bentuk tim (jika permainannya berbentuk tim kerja) serta menyesuaikan kemampuan masing-masing siswa dengan peran yang akan dimainkan dalam simulasi untuk menjamin adanya partisipasi aktif dari semua siswa.
3)      Melatih
Guru harus bertindak sebagai pelatih ketika dibutuhkan, memberikan nasihat pada pemain untuk memudahkan mereka dalam bermain dengan lebih baik yakni untuk memaksimalkan kemungkinan-kemungkinan simulasi secara penuh.
4)      Mendiskusikan
Dalam sesi ini, diperlukan diskusi tentang bagaimana eratnya kaitan simulasi tersebut dengan dunia nyata, kesulitan dan pandangan apa yang dimiliki siswa, dan hubungan apa yang bisa ditemukan antara simulasi dengan materi yang dipelajari.
b.      Karakter  Model Pembelajaran Simulasi
Menurut Joyce dan Weil (1980) dalam Udin (2001:66), model ini memiliki tahap sebagai berikut:
1)      Sintakmatik                                                    
Tahap1: Orientasi                                                              Guru Guru menyajikan topik yang akan dibahas dan konsep yang akan digunakan dalam aktivitas simulasi. Selain itu, guru juga memberikan penjelasan mengenai simulasi jika saat itu adalah saat pertama siswa melakukan simulasi. Guru juga perlu menyajikan ikhtisar dari permainan (mengemukakan prosedur). Tahap pertama ini, tidak boleh memakan waktu yang lama meskipun tahap tersebut merupakan konteks yang penting bagi siswa dalam menjalani aktivitas pembeajaran simulasi.
Tahap 2: Latihanperan
Pada tahap ini, guru menyusun sebuah skenario yang menyusun sebuah skenario yang memaparkan peran, aturan, proses, skor, jenis keputusan yang akan dibuat dan tujuan simulasi. Guru mengatur siswa pada peran yang bermacam-macam dan memimpin praktik dalam jangka waktu singkat untuk memastikan bahwa siswa telah memahami semua arahan dan bisa melaksanakan perannya masing-masing.
Tahap 3: Proses simulasi
Siswa berpartisipasi dalam permainan atau simulasi, dan guru juga memainkan perannya sebagai wasit dan pelatih. Secara periodik, permainan simulasi bisa dihentikan sehingga siswa dapat menerima umpan balik, mengevaluasi performa dan keputusan mereka, dan mengklarifikasi kesalahan-kesalahan konsepsi.
Tahap 4:Pemantapan dan debriefing
Berdasarkan hasil yang diperoleh, guru dapat membantu siswa fokus pada hal-hal berikut :
a)      Menggambarkan kejadian dan persepsi serta reaksi mereka
b)      Menganalisis proses
c)      Membandingkan simulasi dengan dunia nyata
d)     Menghubungkan aktivitas dengan materi pelajaran
e)      Menilai serta merancang kembali suatu simulasi              
     
2)      Sistem Sosial
Didalam simulasi, pengajar harus dengan sengaja memilih jenis kegiatan dan mengatur siswa dengan merancang kegiatan yang utuh dan padat mengenai sesuatu proses.  Karena itu, model ini termasuk model yang terstruktur. Keberhasilan dari model ini tergantung pada kerjasama dan kemauan dari siswa untuk secara bersungguh-sungguh melaksanakan aktivitas ini.
3)      Prinsip reaksi/pengelolaan
Dalam model ini, pengajar berperan sebagai pemberi kemudahan atau fasilitator.  Dalam keseluruhan proses simulasi, pengajar bertugas dan bertanggung jawab atas terpeliharanya suasana belajar dengan cara menunjukkan sikap yang mendukung atau supportif dan tidak bersifat menilai atau evaluatif.                       
Penerapan Simulasi bisa mensimulasikan pembelajaran mengenai :
a)      Kompetisi
b)      Kerjasama
c)      Empati
d)     Sistem sosial
e)      Konsep
f)       Skill
g)      Menjalani hukuman
h)      Peran kesempatan/peluang
i)        Kemampuan untuk berpikir kritis (menguji strategi alternatif dan mengantisipasi hal-hal lain) dan membuat keputusan.(Nesbitt, 1971: 35-53)

5.    Model Pembelajaran Kontrol Diri
a.    Definisi kontrol diri atau self control
Dalam kamus psikologi disebutkan, definisi kontrol diriatau self control adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada.  Hurlock (1990) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri merupakan upaya dari dalam diri seseorang untuk membentuk tingkah laku positif dan mengurangi tingkah laku yang negatif. Kontrol diri ini dapat diterapkan pada sebuah model pembelajaran yang dinamakan dengan model kontrol diri. Tujuannya adalah agar pendidikan bukan hanya menciptakan pengetahuan saja, tapi juga mampu membentuk perilaku positif dari sebuah pembelajaran melalui pengkontrolan diri pada perilaku yang negatif.
Ciri-ciri control diri menurut Hurlock, ada dua kriteria yaitu:
1)   Emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif.
2)   Efek yang muncul setelah mengontrol emosi tidak membahayakan fisik dan psikis individu.            
b.      Pendekatan belajar control/pengendalian diri
Pendekatan belajar control/pengendalian diri bertolak dari keyakinan bahwa perilaku peserta didik merupakan hasil belajar. Karena itu peserta didik harus diberi kemudahan untuk belajar bagaimana bertanggung jawab secara moral atas lingkungan personal dan sosial memahami dirinya secara utuh.
Pendekatan ini digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang produktif dan menghindarkan peserta didik dari keengganan untuk melibatkan diri dalam kesempatan belajar yang tersedia secara umum. Peserta didik yang suka mengganggu temannya, dapat belajar secara lebih produktif untuk berhubungan dengan temannya. Kemudian peserta didik yang memiliki rasa takut terhadap mata pelajaran tertentu, dapat belajar bagaimana menghilangkan rasa takut itu dengan membangun perasaan yang tegar (affirmatif).
Joice, B. dan Weil, M, (1980),  dalam bukunya memberikan ilustrasi tentang  model self-control ini. Diceritakan ada seorang anak bernama Susan yang sebenarnya memiliki kemampuan baik. Namun belakangan hari nilai mata pelajarannya mengalami penurunan. Kemudian seorang guru Bahasa Inggris bernama Mr. Long menanyakan cara belajar Susan. Ternyata Susan belajar sambil menonton televisi  bersama adiknya, dibarengi dengan bercakap-cakap dan ngemil serta bermain handphone.
Mr. Long bukannya menyalahkan Susan, malah sebaliknya membantu mencari pemecahan masalah tersebut. Membicarakan tentang pengaruh kebiasaan belajar Susan terhadap nilainya. Kemudian membicarakan bagaimana mengatur lingkungan untuk mendapatkan belajar yang efektif. Susan merasa nyaman, dia bermaksud mengembangkan suatu sistem yang lebih baik untuk melaksanakan  pekerjaannya dengan bantuan Mr. Long.
Kemudian Mr. Long menerangkan kepada Susan beberapa prinsip dasar  perilaku terutama bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku. Mr. Long dan Susan menghabiskan  beberapa pertemuan-pertemuan untuk pengaturan atas programnya. Susan membuat daftar langkah-langkah dalam programnya. Susan menjejaki kemajuan-kemajuan dan mencatat usul untuk meninjau ulang program itu. Ilustrasi di atas merupakan gambaran bagaimana seorang guru menerapkan model self-control dalam pembelajaran
c.       Model self-control/pengedalian
Model self-control/pengedaliandiri yang terdiri atas orientasi model, sintax, sistem sosial, prinsip reaksi, aplikasi.
1)      Orientasi Model
Prinsip-prinsip operant conditioning juga digunakan pada model self-control, terutama kontrol stimulus dan penguatan positif. Namun, dalam model ini aspek-aspek tersebut benar-benar di tangan peserta. Masalah  self-control berkaitan dengan :
a)   Langkah pertama, membuat orang sadar akan jangka pendek dan jangka panjang. Contoh : Membuang sampah sembarangan
b)   Langkah kedua,landasan prosedur self-control memperhatikan dan sengaja mengatur lingkungan yang lebih baik (lingkungan faktor penghalang). Contoh : tipe belajar auditori belajar pada lingkungan yang bising dan
c)   Langkah ketiga,stimulan untuk mengalahkan diri sendiri adalah perilaku rahasia (covert control), ketika berpikir seperti, “Semua orang memahami materi ini, kecuali aku”.
2)      Sintaks                                                                                         
Model ini memiliki lima tahap (Joyce dan Weil,1986:347) seperti berikut :
Tahap ke-1: Perumusan performansi akhir

-Mengidentifikasi dan mendefinisikan perilaku yang menjadi sasaran,
-Merumuskan secara khusus perilaku akhir
-Mengembangkan rencana untuk mengulur dan mencatat perilaku
Tahap ke-2: Mengkaji perilaku

-Mengamati, dan mencatat kekerapan perilaku dan jika perlu, hakikat dan konteks dari perilaku itu.
Tahap ke-3: Merumuskan Kontingensi

-Membuat keputusan mengenai lingkungan
-Memilih sarana penguat atau “reinforcers” dan pola pemberian penguatan,
-Menuntaskan perencanaan bentuk perilaku akhir
Tahap ke-4: Melembagakan Program

-Menata lingkungan,
-Memberikan pengantar bagi para pelajar
- Memelihara penguatan dan melaksanakan jadwal atau pola penguatan
Tahap ke-5: Mengevaluasi Program

-Mengukur respon yang diharapkan,
-Membangun kembali kondisi yang lama, mengukur dan mengembalikan para program kontingensi

3)      Sistem Sosial
Sistem sosial yang perlu dibangun untuk perilaku yang khusus lebih bersifat sangat terstruktur. Guru berfungsi sebagai pengendali sistem penguatan dan lingkungan. Aspek sosial dari model ini lebih bersifat kesepakatan, dalam arti sambil berjalan dapat ditumbuhkan. Demikian juga dalam pola dan dan jadwal pemberian penguatan, guru dapat melakukan kesepakatan dengan para pelajar.
4)      Prinsip Reaksi
Instruktur memiliki peran penting dalam keberhasilan program self-control.
a)   Selalu mengingatkan siswa bahwa perilaku berada di bawah kontrol lingkungan dan bukan merupakan fungsi dari kelemahan pribadi (secara bertahap, peran ini akan berkurang).
b)   Menjamin rasa realisme (dan ketegasan) dalam merencanakan dan melaksanakan program self-control, melihat memastikan bahwa tujuan yang wajar ditetapkan dan tidak menuntut kesempurnaan.
c)   Instruktur menawarkan bimbingan intelektual siswa dalam menerapkan prinsip perilaku dan teknik.
5)      Aplikasi
Salah satu penggunaan terbaik dari model self-control adalah menuju perbaikan sebuah kebiasaan belajar. Mungkin siswa memiliki kendala terbesar di daerah ini, mereka cenderung mengatur tujuan. Sesudah    sepanjang sejarah kegagalan dalam sebuah subjek area, mereka mungkin berharap diri untuk melakukan beberapa jam atau banyak halaman tanpa gangguan bekerja. Bisa ditebak mereka akan gagal. Frustrasi mereka dengan kesulitan tugas akan memuncak, dan dalam waktu singkat mereka akan menyerah, membenarkan asumsi asli mereka, "saya tidak baik - aku tidak bisa melakukannya!" salah satu peran paling penting dari instruktur adalah membantu siswa membentuk suatu program dengan tujuan-tujuan kecil, seperti sepuluh sampai lima belas menit studi, atau beberapa halaman dari buku teks.  Teknik lain self-control untuk meningkatkan waktu belajar yaitu:
a)   Mengubah lingkungan stimulus (misalnya, memilih tempat yang tenang bebas dari gangguan dan orang).
b)   Penguatan isyarat (membuat meja atau wilayah studi hanya digunakan untuk tujuan ini).
c)   Penguatan (membatasi tugas sehingga siswa dapat mengalami kesuksesan sebelum kebosanan dan frustrasi di set).

6.      Model Pembelajaran Relaksasi
a. Definisi Relaksasi
      Model relaksasi dapat dijadikan bantuan bagi siswa yang mengalami stress akademik. Model ini dapat digabungkan dengan model yang lainnya. Relaksasi merupakan suatu proses yang membebaskan mental dan fisik dari segala macam faktor yang menyebabkan adanya ketegangan dengan menggunakan berbagai macam teknik. Tujuan pokok relaksasi adalah untuk menahan terbentuknya respon stres, terutama dalam sistem saraf dan hormon. Ada dua teknik relaksasi, yaitu: 1) Teknik relaksasi fisik. Yaitu dengan cara pernapasan diafragma. 2) Teknik relaksasi mental. Yaitu dengan cara meditasi. Relaksasi ini dipakai dikarenakan sebagian besar siswa yang mengalami stres akademik ditimbulkan oleh kelelahan dalam belajar, tugas yang begitu banyak, kurangnya waktu untuk mengistirahatkan diri (jadwal kegiatan padat) serta kecemasan menghadapi ujian. Kecemasan dalam menghadapi ujian muncul karena siswa merasa tidak siap secara fisik atau mental dalam menghadapi ujian.
      Teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi berupa pemberian instruksi kepada seseorang untuk menutup mata dan berkonsentrasi pada pernafasan sehingga akan tercipta keadaan yang nyaman dan tenang, serta memberikan instruksi berupa gerakan-gerakan mulai dari kepala sampai kaki yang tersusun secara sistematis untuk melatih otot menjadi rileks. Otot yang dilatih antara lain otot lengan, tangan, bahu, leher, wajah, perut, dan kaki. Mengendurnya otot-otot tubuh yang tegang menjadi rileks (santai) akan tercipta suasana perasaan yang tenang dan nyaman (Beck, 1995; Wirahmihardja, 2004; Kurniawan, 2009).  Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan tingkah laku yang positif, normal, dan terkontrol
b. Prosedur relaksasi
Pelatihan relaksasi melibatkan beberapa  prosedur, yaitu:
1)      Siswa diberi intruksi yang mengajarkan mereka untuk bersantai. Membayangkan berada pada lingkungan santai dan tenang.
2)      Bernafas dalam dan teratur
3)      Pada saat yang sama siswa difokuskan pada pikiran atau gambar yang menyenangkan.
4)      Siswa diajarkan bagaimana untuk bersantai dengan semua otot. Otot-otot lengan, diikuti kepala, bahu dan leher, punggung, perut, dan dada, dan kemudian tungkai bawah.
Beberapa manfaat yang diperoleh dari latihan relaksasi antara lain adalah: 1) Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres, masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi. 2) Dapat mengurangi tingkat kecemasan. 3) Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres dan mengontrol anticipantory axiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya. 4) Kesadaran diri tentang keadaan fisilogis seseorang dapat meningkat. Berdasarkan pada tujuan dan manfaat relaksasi, terdapat respon atau pengaruh relaksasi pada tiga aspek kehidupan manusia, yaitu:
1)      Pikiran
Dalam keadaan relaksasi, pola pikir manusia akan menjadi lebih matang karena pikiran dalam keadaan tenang. Pada anak-anak dapat meningkatkan intelegency meliputi karakter kognitif, matematis, logis, serta karakter afektif, relational, kreatif dan emosional.
2)      Perasaan
Relaksasi dapat mengurangi kecemasan, menurunkan tingkat egosentris sehingga hubungan intra personal ataupun interpersonal menjadi lancar. Serta mengurangi stres secara keseluruhan, meraih kedamaiandan keseimbangan emosional yang tinggi.
3)      Perilaku
Tujuan pokok relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, sehingga dapat membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUMPUN MODEL PEMBELAJARAN PERSONAL

MODEL PEMBELAJARAN SINEKTIK